Sejak
awal tahun 2020, dunia dikagetkan dengan merebaknya sebuah virus yang menyerang
pernapasan manusia mirip dengan sindrom pernapasan akut parah berbahaya dan
dapat menyebabkan kematian. Virus yang dinamakan SARS-CoV-2 berasal dari Wuhan,
China, dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam beberapa kasus,
virus ini menyerang penyakit saluran pernapasan bawah seperti pneumonia dan bronchitis.
Organisasi
kesehatan dunia (WHO) juga memberikan keterangan berdasarkan informasi dari
sejumlah kalangan China yang menyatakan kalau corona berasal dari penularan
oleh kelelawar dan sebangsanya.
Dilansir
dari website resmi WHO, manusia dapat tertular Covid-19, apabila ia berhubungan
langsung dengan orang yang lebih dahulu tertular virus ini. Penyakit ini dapat
menyebar dari orang ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang
menyebar ketika seseorang yang terinfeksi Covid-19 batuk atau saat membuang
napas.
Kasus
pertama penyebaran virus corona atau Covid-19, di China terungkap. Setelah ditelusuri
kembali kasus pertama penyebaran virus corona muncul pada 17 November 2019. Menurut
data pemerintah China, penyebaran virus ini tak terdeteksi dan tak
terdokumentasi. Pemerintah menduga seorang pasien berusia 55 tahun dari
provinsi Hubei menjadi orang pertama yang terinfeksi Covid-19. Pemerintah China
tidak mengungkap identitas lebih lengkap patient
zero itu. Namun perlu diingat bahwa temuan ini tidak sepenuhnya konklusif
karena beberapa kasus ditutupi setelah otoritas kesehatan menguji spesimen yang
diambil dari beberapa pasien yang diduga terinfeksi Corona.
China
merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering melakukan kegiatan
impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar
Indonesia. Adanya virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan
China memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di
Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan
kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan
penurunan harga komoditas dan barang tambang.
Penerimaan
pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal perdagangan memiliki
kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang
disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar. Selain itu,
penyebaran virus Corona juga mengakibatkan penurunan produksi di China, padahal
China menjadi pusat produksi barang dunia. Apabila China mengalami penurunan
produksi maka global supply chain akan terganggu dan dapat mengganggu proses
produksi yang membutuhkan bahan baku dari China. Indonesia juga sangat
bergantung dengan bahan baku dari China terutama bahan baku plastik, bahan baku
tekstil, part elektronik, komputer dan furnitur.
Indonesia
adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan perjalanan ke dan dari
China untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Larangan ini menyebabkan
sejumlah maskapai membatalkan penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa
tetap beroperasi meskipun mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak
penumpang. Para konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya karena
semakin meluasnya penyebaran virus Corona. Keadaan ini menyebabkan pemerintah
bertindak dengan memberikan diskon untuk para wisatawan dengan tujuan Denpasar,
Batam, Bintan, Manado, Yogyakarta, Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba
dan Malang. Di Eropa juga memberlakukan aturan dimana maskapai penerbangan
harus menggunakan sekitar 80 persen slot penerbangan yang beroperasi ke luar
benua Eropa agar tidak kehilangan slot ke maskapai pesaingnya. Bukan hanya di
Indonesia yang membatasi perjalanan ke China, namun negara-negara yang lain
seperti Italia, China, Singapura, Rusia, Australia dan negara lain juga
memberlakukan hal yang sama (www.cnnindonesia.com).
Sektor Pariwisata
Tak hanya memukul pasar saham, mewabahnya
virus corona juga ikut berdampak ke sejumlah sektor riil. Di sektor pariwisata,
misalnya, penyebaran virus corona yang kian masif membuat aktivitas kunjungan
wisatawan baik domestik maupun mancanegara turun signifikan.
Banyak masyarakat yang enggan bepergian di
tengah situasi saat ini, kendati harga tiket pesawat—salah satu moda
transportasi andalan untuk berwisata—telah diturunkan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) memprediksi ada potensi kehilangan devisa dari sektor pariwisata
senilai US$530 juta. Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana bahkan menghitung
penyebaran virus corona akan membuat RI kehilangan devisa sebesar US$730 juta
sepanjang 2020.
Sementara itu, BI memperkirakan penerimaan
devisa dari pariwisata akan menurun hingga US$1,3 miliar. Dari penilaian BI,
kunjungan turis dapat turun dalam enam bulan ke depan.
Sektor
MICE
Sektor lain yang juga kena getah adalah
industri meeting, incentive, conference & exhibition (MICE).
Sejumlah konser musik dan pertemuan skala
internasional di Tanah Air juga telah dibatalkan. Konser musik yang dibatalkan
antara lain 98 Degrees. Grup vokal asal Amerika Serikat, 98 Degrees batal
tampil di Love Fest 2020 lantaran penyebaran virus corona yang makin tak
terkendali.
Sektor
Perhotelan & Restoran
Kalangan pelaku usaha di sektor perhotelan
dan restoran juga ikut kena imbas gara-gara virus corona.
Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia
(PHRI) mencatat efek penyebaran virus corona telah menekan tingkat okupansi di
hotel-hotel di Tanah Air, utamanya di Jakarta.
Menurut PHRI, tingkat okupansi perhotelan
kini merosot menjadi hanya 20 persen dari kondisi normal sebelum wabah corona
menyebar. Pada kondisi normal, okupansi perhotelan bisa mencapai 70 persen.
Sektor
Manufaktur
Salah satu sektor yang juga kena dampak
adalah manufaktur, utamanya yang selama ini mengandalkan bahan baku impor.
Industri pertekstilan, misalnya, mengalami kekurangan bahan baku akibat
aktivitas di China yang belum sepenuhnya normal.
Pasokan bahan baku dan suku cadang mesin
industri garmen dari China diakui oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)
sudah terhenti sejak Januari lalu.
Sejauh ini, mereka mengambil langkah untuk
mengimpor dari negara lain. Namun, hal ini tidak mudah direalisasikan karena
harga bahan baku dari negara lain jauh lebih mahal.
Dampak virus corona juga dirasakan oleh
pelaku industri elektronika. Industri ini sempat mengusulkan agar pemerintah
memberikan insentif untuk menjamin ketersediaan bahan baku komponen dari China
agar proses produksi dan ekspor tetap lancer.
Sumber:
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4208667/dampak-covid-19-terhadap-beragam-sektor-masih-dipantau
No comments:
Post a Comment